Beranda | Artikel
Renungan Menjelang Kematian
Jumat, 5 Juli 2019

Betapa banyak berita kematian di sekeliling kita, namun betapa sedikit yang mampu mengambil pelajaran darinya.

Kematian itu adalah pasti, namun kita tak tahu kapan, di mana, atau bagaimana cara kita akan meninggal. Siapa yang bisa menjamin bahwa kita masih bisa tertawa esok hari?
3 faidah banyak mengingat kematian:
1) Bersegera dalam bertaubat
2) Giat dan semangat dalam beribadah kepada Allah
3) Muncul rasa qana’ah di dalam hati, yaitu merasa cukup terhadap setiap pemberian Allah

Semua pemberian Allah ini adalah titipan-Nya, akan kembali kepada Allah, dan akan dimintai pertanggungjawabannya. Setiap kebaikan atau keburukan, walau sekecil dzarrah, akan ada balasannya.

Jadilah orang yang paling cerdas, yaitu yang paling banyak mengingat kematian, yang paling baik persiapannya setelah kematian.

“Seandainya kematian merupakan tempat peristirahatan yang tenang dari seluruh keluh kesah hidup manusia di dunia…
Niscaya kematian merupakan suatu kabar gembira yang dinanti-nantikan bagi setiap insan…
Akan tetapi kenyataannya berbeda…
Setelah kematian itu ada pertanggungjawaban dan ada kehidupan…”

Kematian adalah kepastian

Betapa banyak berita kematian yang sampai di telinga kita yang mengabarkan bahwa tetangga kita, kerabat kita, saudara kita, atau teman kita telah meninggal dunia, menghadap Allah Ta’ala. Akan tetapi betapa sedikit dari kita yang mampu mengambil pelajaran dari kenyataan tersebut. Saudaraku, kita tidak memungkiri bahwa datangnya kematian itu adalah pasti. Tidak ada manusia yang hidup abadi. Realita telah membuktikannya. Allah Ta’ala telah berfirman (yang artinya),

“Katakanlah (wahai Muhammad) sesungguhnya kematian yang kalian lari darinya pasti akan mendatangi kalian, kemudian kalian akan dikembalikan kepada Dzat Yang Maha Mengetahui apa yang tersembunyi dan apa yang nampak, kemudian Allah Ta’ala akan memberitahukan kepada kalian setiap amalan yang dahulu kalian pernah kerjakan.” (Q.S. Al Jumu’ah : 8).

Saudaraku, kematian itu milik setiap manusia. Semuanya akan menjumpai kematian pada saatnya. Entah di belahan bumi manakah manusia itu berada, bagaimanapun keadaannya, laki-laki atau perempuan, kaya atau miskin, tua atau muda, semuanya akan mati jika sudah tiba saatnya.

Saudaraku, silakan berlindung di tempat mana pun, tempat yang sekiranya paling aman menjadi persembunyian. Mungkin kita bisa lari dari kejaran musuh, selamat dari kejaran binatang buas, lolos dari kepungan bencana alam. Namun, kematian itu tetap akan menjemput diri kita, jika Allah Ta’ala sudah menetapkan. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya),

“Dan di manapun kalian berada, niscaya kematian itu akan mendatangi kalian, meskipun kalian berlindung di balik benteng yang sangat kokoh.” (Q.S. An Nisa : 78).

Kematian adalah rahasia Sang Pencipta

Kematian manusia sudah Allah Ta’ala tetapkan atas setiap hamba-Nya sejak awal penciptaan manusia.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya), “Sesungguhnya proses penciptaan manusia di dalam perut ibu, berlangsung selama 40 hari dalam bentuk air mani, kemudian menjadi segumpal darah yang menggantung selama 40 hari, kemudian menjadi segumpal daging selama 40 hari juga. Kemudian Allah mengutus seorang malaikat untuk meniupkan ruh pada janin tersebut, dan diperintahkan untuk mencatat empat ketetapan : rezekinya, kematiannya, amalannya, dan akhir kehidupannya, menjadi orang bahagia ataukah orang yang celaka….” (H.R. Bukhari dan Muslim).

Allah Ta’ala telah berfirman (yang artinya),

“Sesungguhnya di sisi Allah sajalah pengetahuan tentang (kapankah) datangnya hari kiamat, dan Dialah yang menurunkan air hujan, dan Dialah yang mengetahui tentang apa yang ada di dalam rahim, dan tidak ada seorang pun yang mengetahui (dengan pasti) apa yang akan dia kerjakan esok hari, dan tidak ada seorang pun yang mengetahui di bumi manakah dia akan mati..” (Q.S. Luqman : 34).

Saudaraku, jika kita tidak tahu di bumi manakah kita akan mati, di waktu kapan kah kita akan meninggal, dan dengan cara apakah hidup kita akan berakhir di dunia ini, masih kah kita merasa aman dari intaian kematian?! Siapa yang bisa menjamin bahwa kita bisa menghirup segarnya udara pagi esok hari? Siapa yang bisa menjamin bahwa kita masih bisa tertawa esok hari? Atau, siapa tahu sebentar lagi giliran kematian Anda, wahai Saudaraku…

Di manakah saudara-saudara kita yang telah meninggal saat ini, yang beberapa waktu silam masih sempat tertawa dan bercanda bersama kita? Saat ini mereka sendiri di tengah gelapnya himpitan kuburan. Berbahagialah mereka yang meninggal dengan membawa amalan salih, dan sungguh celaka mereka yang meninggal dengan membawa dosa dan kemaksiatan.

Faidah mengingat kematian

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Perbanyaklah kalian mengingat pemutus kelezatan dunia”. Kemudian para shahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah itu pemutus kelezatan dunia?”. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Kematian” (H.R. Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman, hadits dari shahabat Abu Hurairah).

Ad Daqaaq rahimahullahu mengatakan, “Barangsiapa yang banyak mengingat kematian, maka akan dianugerahi oleh Allah tiga keutamaan, [1] bersegera dalam bertaubat, [2] giat dan semangat dalam beribadah kepada Allah, [3] rasa qana’ah dalam hati (menerima setiap pemberian Allah)” (Al Qiyamah Ash Shugra, Syaikh Dr. Umar Sulaiman Al Asyqar).

1) Bersegera dalam bertaubat

Sudah dapat dipastikan bahwa manusia adalah makhluk yang banyak dosa dan kemaksiatan. Seorang manusia yang banyak mengingat kematian, dirinya sadar bahwa kematian senantiasa mengintai. Dia tidak ingin menghadap Allah Ta’ala dengan membawa setumpuk dosa yang akan mendatangkan kemurkaan Allah Ta’ala. Dia akan sesegera mungkin bertaubat atas dosa dan kesalahannya, kembali kepada Allah Ta’ala. Allah telah berfirman (yang artinya),

“Sesungguhnya taubat di sisi Allah hanyalah bagi orang-orang yang mengerjakan keburukan dikarenakan kebodohannya, kemudian mereka bertaubat dengan segera, maka mereka itulah yang diterima taubatnya oleh Allah, dan Allah Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana.” (Q.S. An Nisa : 17).

Maksud dari berbuat keburukan karena kebodohan dalam ayat di atas, bukanlah kebodohan seorang yang tidak mengetahui sama sekali bahwa apa yang dia kerjakan merupakan sebuah keburukan. Orang yang berbuat buruk dan tidak mengetahui sama sekali tidak akan dihukum oleh Allah. Akan tetapi yang dimaksud kebodohan di sini adalah seseorang yang mengetahui bahwa apa yang dia lakukan adalah keburukan, namun dia tetap saja melakukannya lantaran dirinya dikuasai oleh hawa nafsu. Inilah makna kebodohan dalam ayat di atas. (Syarah Qowaidul Arba’, Syaikh Sholeh Fauzan).

2) Giat dan semangat dalam beribadah kepada Allah

Seorang yang banyak mengingat kematian akan senantiasa memanfaatkan waktunya untuk beribadah kepada Allah Ta’ala.

Suatu ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada Abdullah Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma,Jadilah engkau di dunia ini bagaikan seorang yang asing atau seorang yang sedang menempuh perjalanan yang jauh”.

Mendengar sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ini, lantas Abdullah Ibnu Umar berkata, “Jika engkau berada di sore hari, jangan engkau tunggu datangnya pagi hari. Jika engkau berada di pagi hari, jangan engkau tunggu datangnya sore hari. Pergunakanlah waktu sehatmu (dalam ketaatan kepada Allah) sebelum datangnya waktu sakitmu, dan pergunakanlah waktu hidupmu sebelum kematian datang menjemputmu.” (H.R. Bukhari).

3) Muncul rasa qana’ah di dalam hati

Allah Ta’ala akan menanamkan rasa qana’ah di dalam hati seseorang yang banyak mengingat kematian. Rasa qana’ah yang membuat seseorang merasa cukup terhadap setiap pemberian Allah Ta’ala, bagaimana pun dan berapa pun pemberian Allah.

Seseorang yang banyak mengingat kematian, meyakini bahwa segala pemberian Allah dari perbendaharaan dunia adalah titipan dari Allah. Seluruhnya akan diambil kembali oleh Allah, dan akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah Ta’ala atas seluruh pemberian tersebut. Nas’alullaha al afiyah.

Kehidupan setelah kematian

Saudaraku, seandainya kematian merupakan tempat peristirahatan yang tenang dari seluruh keluh kesah hidup manusia di dunia, niscaya kematian merupakan suatu kabar gembira yang dinanti-nantikan setiap manusia… Akan tetapi kenyataannya berbeda. Setelah kematian, ada pertanggungjawaban dan ada kehidupan… Kehidupan yang sebenarnya…

Di antara keimanan kepada hari kiamat adalah meyakini bahwa setelah kematian ini ada kehidupan. Semuanya akan berlanjut ke alam kubur, kemudian ke alam akhirat. Di sana ada pengadilan Allah Ta’ala Yang Maha Adil. Semua manusia akan diadili, mempertanggungjawabkan setiap amalan yang dia perbuat. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya),

“Barangsiapa yang berbuat kebaikan meskipun sekecil biji dzarrah, niscaya dia akan melihat hasilnya, dan barang siapa yang berbuat keburukan meskipun sekecil biji dzarrah, niscaya dia akan melihat akibatnya.” (Q.S. Al Zalzalah: 7-8).

Terakhir, Saudaraku, jadilah orang yang cerdas. Orang yang cerdas dalam memandang hakikat kehidupan di dunia ini. Abdullah Ibnu Umar pernah berkata, “Aku bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu seorang laki-laki Anshar datang kepada beliau, kemudian mengucapkan salam kepada beliau, lalu dia berkata, ‘Wahai Rasulullah, manakah di antara kaum mukminin yang paling utama?’.

Beliau menjawab, ‘Yang paling baik akhlaknya di antara mereka.’ Dia berkata lagi, ‘Manakah di antara kaum mukminin yang paling cerdas?’. Beliau menjawab, ‘Yang paling banyak mengingat kematian di antara mereka, dan yang paling baik persiapannya setelah kematian. Mereka itu orang-orang yang cerdas.’”(H.R. Ibnu Majah).

Semoga bermanfaat. Allahul Muwaffiq ilaa aqwamit thariq.

Penulis: Hanif Nur Fauzi, S.T.


Artikel asli: https://buletin.muslim.or.id/bt1525/